Wednesday, April 30, 2008

Khilaf Adalah Sifat Manusia (To Err Is Human)

Hidup kita tidak selalu berjalan mulus. Membuat kesalahan merupakan bagian pengalaman dalam pekerjaan. Ada masalah yang tak dapat terelakkan dan kita harus menerimanya dan memanfaatkan segala masalah tersebut sebagai pangalaman yang pahit. Tetapi yang ada masalah bisa kita menghalangi, makanya hanya membuktikan kita tidak pernah belajar apapun dari kesalahan yang lama.

Seorang teman memberitahu saya bahwa dia telah mendaftarkan laporan pribadi secara khusus untuk rekor setiap kesalahan terjadi. “Membuat kesalahan biasa saja,” kata beliau,” tetapi mengulangi kesalahan yang sama untuk 2 kali tidak dapat dimaafkan.”

Orang yang tidak dapat mengingat apa terjadi pada masa lalu cenderung mengulangi kesalahannya” – oleh George Santayana.

Kesalahan terasa pahit ketika itu terjadi, tetapi bertahun-tahun kemudian kesalahan –kesalahan yang pernah kita buat menjadi sesuatu yang dianggap sebagai pengalaman” – oleh Denis Whitely.

Saya menyukai ide teman saya dan dengan segera menyadur sistimnya. Maka sudah beberapa tahun saya mempraktikkan dan daftar kesalahan yang saya tuliskan semakin bertambah banyak. Daftar itu berisi dokumen dan memo tentang kesalahan-kesalahan, seperti salah dalam menilai, dan juga keputusan – keputusan bodoh yang pernah saya buat.

Maka diingatkan kesalahan-kesalahan masa lalu sungguh tidak menyenangkan diri, tetapi saya menelusuri rekor kesalahan-kesalahan lama secara berkala supaya tidak mengulangi kesalahan –kesalahan tersebut. Walaupun kesulitan tetapi memang cara efektif untuk belajar. Apakah anda ingin membuat sebuah daftar kesalahan diri? Cobalah !.

Untuk sharing

Ini memang ide besar! Buatlah sebuah daftar kesalahan yang pernah kita lakukan dan meninjau kembali secara berkala selama hidup terus berjalan. Bagi saya, kumpulan kesalahan-kesalahan merupakan pengalaman yang cukup pahit.

Kita telah diajarkan bahwa,“ Khilaf adalah sifat manusia”. Adalah wajar membuat kesalahan. Jika tidak , kita tidak akan pernah mau belajar. Tetapi adalah hal bodoh jika kita masih mengulangi kesalahan yang sama. Itulah yang selalu diingatkan pemimpin tim kepada anggota timnya.

Tidak dapat dimaafkan? Kenapa tidak ?

Baiklah, masih ada kecenderungan lagi membuat kesalahan yang sama jika kita tidak membuat sebuah daftar kesalahan kita untuk mengingatkan kita agar tidak mengulanginya lagi. Soalnya apakah kita dapat memaafkan diri sendiri karena kebodohan seperti itu ?

Jangan menyalahkan orang lain. Jangan menyalahkan atasan anda. Salahkanlah diri sendiri jika anda tidak pernah belajar dari kesalahan tetapi membuat kesalahan – kesalahan berulang-ulang merupakan satu kebodohan.

Sebaliknya, kita seharusnya belajar dari kesalahan yang kita buat pada masa lalu, iaitu pengalaman pahit, disepanjang karir kita. Apalagi kita akan menjadi lebih bijaksana membuat penilaian yang baik dan keputusan yang betul. Makanya tidak lagi kita ulangi kesalahan yang sama. Hasil akhirnya selalu manis dan kita pun merasakan kepuasan kerja.


Apakah anda juga berpikir demikian ?

Tuesday, April 15, 2008

MEMAAFKAN & MENGHARGAI

Sebuah kisah yang menceritakan 2 orang yang bersahabat karib sedang melakukan perjalanan di gurun pasir. Selama dalam perjalanan terjadilah beda pendapat, tiba tiba muka seorang ditambar oleh temannya,”Plak!”

T
emannya yang ditampar itu merasakan sakit, dan kemudian tanpa mengatakan sesuatu apapun, dia lalu menuliskan di atas pasir,“ HARI INI SAHABAT KARIBKU TELAH MENAMPAR MUKAKU.”


M
ereka terus meneruskan perjalanan hingga akhirnya menemukan sebuah mata air di gurun pasir dan langsung berputus mau mandi. Tetapi teman yang telah kena tampar itu terperosok ke dalam lumpur dan hampir terbenam. Nasib baik dia dapat diselamatkan oleh sahabatnya.
Setelah dia berada di tempat aman dari lumpur itu, dia pun menuliskan sesuatu di atas sebuah batu, “HARI INI SAHABAT KARIBKU TELAH MENYELAMATKAN NYAWA SAYA”.

Kemudian sahabatnya bertanya,“Pada saat saya tambar mukamu, kamu menulis diatas pasir. Kenapa sekarang kamu menulis di atas sebuah batu?”

Langsung dijawab,“Ketika seseorang menyakiti kita, maka kita harus menuliskan rasa sakit itu di atas pasir agar angin pengampunan melenyapkannya. Tetapi ketika seseorang berbuat baik kepada kita, maka kita harus mengukirnya di atas sebuah batu agar angin tidak bisa menghilangkan tulisan itu dan kita tidak melupakannya.”

BELAJARLAH MENULISKAN RASA SAKIT ANDA DI ATAS PASIR DAN MENGUKIR KEBAIKAN-KEBAIKAN ORANG DI ATAS SEBUAH BATU

Untuk berbagi….


D
alam hidup, kerap kali ketika kita merasa dipermalukan, dihina, atau disakiti, kita merasa terluka dan membuat kita emosi tidak senang hati. Kemarahan mulai mendidih di dalam diri dan kebencian tertanam di hati kita. Kita bersumpah bahwa suatu hari nanti kita akan balas dendam terhadap orang yang menyakiti kita. Apalagi mukanya di tampar orang. Kejahatan melintas di pikiran kita, bahwa “gigi harus ganti gigi, dan mata harus ganti mata.” Itulah sifat dasar kejahatan manusia,“Terlalu Benci!”


Belajarlah menuliskan luka emosi anda di atas pasir. Mengapa? Karena luka emosi tidak akan pernah sembuh jika anda tidak mau memaafkan. Jika tidak mau, apakah anda tahu bahwa andalah yang akan menderita? Rasa sakit akan mendominasi seluruh hidup anda! Buatlah keputusan yang bijak. Biarlah “angin pengampunan melenyapkan rasa sakit itu.”

S
ebaliknya, selalulah berterima kasih kepada seseorang yang telah berbuat kebaikan kepada anda. Bersyukurlah bahwa anda telah memiliki teman karib yang selalu menyemangati dan memotivasi anda, dan mengangkat anda ke atas ketika anda terjatuh ke bawah Simpanlah rasa berterima kasih anda dalam hati sebagaimana anda “mengukirnya diatas sebuah batu dimana angin tidak akan pernah melenyapkannya”.

Friday, April 11, 2008

Berlari Sampai Garis Akhir




Apakah Anda pernah melihat gambar pelari marathon? Dalam perlombaan marathon, mereka berlari bersungguh-sungguh dangan menunjukkan KONSENTRASI dan KEBULATAN TEKAD. Di dalam hatinya, mereka sudah memutuskan berlari sampai garis akhir. Oleh demikian, mereka memfokus kepada setiap langkah kaki dengan ketetapan hati sehingga pelombaan selesai.

Pelari marathon itu melepaskan segala beban termasuk pakaian yang tidak cocok atau apa saja yang dapat memperlambat geraknya. Sesudah mengambil nomor resmi, mereka menyiapkan dirinya untuk berpartisipasi dalam perlombaan marathon.

Pelari marathon tidak hanya melepaskan sesuatu yang dapat memperlambat geraknya, mereka juga memakai pakaian dengan hati-hati. Mereka pilih sepatu terbaik dan baju olaraga atau kemeja sport yang cukup lumayan untuk berlari marathon.

Kita harus hidup seperti pelari marathon. Kita hendak melepaskan sesuatu yang memperlambat gerak kita dan menyiapkan hati dan pikiran kita hingga kita sampai ke garis akhir.

- THE NIV QUIET TIME BIBLE (Pg 1466 & 1467)

Sesuatu untuk berbagi……

Jika kita sudah memiliki sikap positip dan pola pikir yang benar dari prinsip pelari marathon , maka tidak ada lagi alasan apapun untuk mengerjakan pekerjaan setengah selesai atau setengah tidak selesai. Satu pekerjaan yang dikerjakan setengah selesai dan setengah tidak selesai tidak lebih baik dari pada satu pekerjaan yang tidak dikerjakan sama sekali. Hasilnya sama saja pada akhir hari itu. Anda tidak menghasilkan apapun! Apakah alasan-alasan yang diberikan dapat membalikkan keadaan dan pekerjaan dapat terselesaikan? Secara pasti jawabannya,“Tidak." Sesungguhnya bahwa pekerjaan yang tidak diselesaikan adalah sama dengan pekerjaan yang tidak dikerjakan, terlepas dari alasan-alasan yang diberikan.

KEBULATAN TEKAD adalah merupakan kunci utama agar pekerjaan dapat diselesaikan. Sekali Anda penuh dengan KEBULATAN TEKAD, Anda akan menemukan cara dan alat untuk menyelesaikan pekerjaan itu pada akhir hari itu. Apapun rintangan disepanjang jalan tidak akan menghentikanmu untuk menyelesaikannya karena Anda terfokus dan terkonsentrasi bekerja yang mungkin telah Anda putuskan dalam pikiran bahwa pekerjaan itu bukan hanya sekedar selesai dikerjakan , tetapi Anda juga ingin hasil yang terbaik.

Banyak orang yang telah tersentuh hatinya dengan kisah nyata pelari marathon yang menyelesaikan perlombaan dengan urutan terakhir 40 tahun yang lalu. Salah satunya adalah John Steven Akhwari dari Tanzania. Dia ikut serta di Olimpiade Kota Mexico pada tahun 1968. Sayang sekali, dia terjatuh ketika perlombaan berlangsung dan luka memar dikaki. Nampaknya dia hanya satu-satunya pelari yang tertinggal dijalur lari ketika dia berada di stadion malam itu. Dilaporkan juga bahwa kira-kira 1 jam lalu, pemenang perlombaan marathon pun telah diumumkan melalui pengumuman resmi tetapi John Steven Akhwari masih tetap berlari.

Rupanya, John Steven Akhwari, adalah seorang pelari marathon yang DISIPLIN , PENUH DENGAN DEDIKASI dan KEBULATAN TEKAD, tidak putus asa sekalipun sebuah balutan luka dikaki, tetapi dia maju terus berjalan pincang dengan rasa sakit untuk mencapai garis akhir. Sekumpulan penonton yang tinggal menyaksikan perlombaan itu bertepuk tangan memberikan penghargaan dengan suara yang bergemuruh ketika dia mencapai garis akhir. Inilah yang pertama kali, seorang atletik menyelesaikan perlombaan di posisi terakhir yang diberikan sambutan sorak-sorai sambil berdiri, ini adalah kisah yang penuh dengan KETEKUNAN, GIGIH, dan KEBULATAN TEKAD yang membuat dia menang karena rasa hormat dari seluruh dunia.

Ketika dia ditanyai mengapa dia terus berlari, dengan gamblang dia menjawab,” Negara saya antar saya 7000 mil ke Kota Mexico tidak mengutus saya untuk memulai pertandingan. Mereka mengutus saya kemari untuk menyelesaikannya.”

Kata-katanya tentu saja telah menginspirasi dan memotivasi banyak orang.